Senin, 25 Juli 2011

Makanan Najis?


Kebenaran, Damai sejahtera dan sukacita
Oleh yefta heppy
Roma 14: 15  Sebab jika engkau menyakiti hati saudaramu oleh karena sesuatu yang engkau makan, maka engkau tidak hidup lagi menurut tuntutan kasih. Janganlah engkau membinasakan saudaramu oleh karena makananmu, karena Kristus telah mati untuk dia.
16  Apa yang baik, yang kamu miliki, janganlah kamu biarkan difitnah.
17  Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus.
18  Karena barangsiapa melayani Kristus dengan cara ini, ia berkenan pada Allah dan dihormati oleh manusia.
19  Sebab itu marilah kita mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun.
Hari ini Tuhan mengajar tentang sikap orang percaya dalam kebiasaan sehari-hari. Orang pada umumnya menyebut sebagai moral...
Topik kita adalah pengetahuan lebih tinggi- kebenaran yang mengubah hidup hari ini dan berdampak ke masa depan. Kebenaran yang bukan sekedar jangan lakukan ini dan itu, tetapi lakukanlah hal ini dan hal itu. Bagaimanapun, ada kecenderungan bertanya ini boleh apa tidak?  Seperti contohnya hal makan daging dalam contoh alkitab.. boleh tidak makan daging yang telah dipersembahkan kepada berhala?

Pada pengertian saya, Paulus tidak pernah mempersoalkan jenis makanan tertentu adalah boleh sementara makanan lainnya oleh sebab dasar ini dan itu menjadi najis dan tidak boleh dimakan. Tetapi lebih kepada dampak memakan makanan kepada iman orang lain. Jadai Ini adalah respon Paulus yang setuju bahwa setiap makanan adalah bersih dalam arti tidak najis, tetapi Rasul Paulus menjelaskan bagaimana makanan yang bersih menjadi najis. Kata Paulus: Aku tahu dan yakin dalam Tuhan Yesus, bahwa tidak ada sesuatu yang najis dari dirinya sendiri. Hanya bagi orang yang beranggapan, bahwa sesuatu adalah najis, bagi orang itulah sesuatu itu najis. Sebab bumi ini adalah milik-Nya. Jadi tidak ada seekor binatang baik induknya atau anaknya, dagingnya atau air liurnya menjadi najis oleh karena jenisnya. Sementara binatang lain menjadi bersih dan tampil lebih baik. … tidak ada sesuatu yang najis dari dirinya sendiri…
Tidak juga makanan menjadi najis, oleh karena perlakuan manusia. Setelah dibuat begini dan begitu maka makanan ini menjadi najis dan membawa dosa bila dimakan. Mungkin saja perlakukan orang terhadap makanan bisa membuatnya kotor dan tidak sehat untuk dimakan tetapi menjadikannya najis dan tidak layak.

Sepotong daging yang dijual di pasar, tetapi sebelum dipotong hewan ini dibuat dulu dengan ritual tertentu dan jelas tidak sesuai dengan firman Tuhan. Maka daging binatang itu najis. Atau daging dan makanan itu dipersembahkan dulu kepada dewa-dewa atau allah-allah tertentu, maka akan mendatangkan ketidaklayakkan kepada makanan itu. Jadi bagaimana kita mengkonsumsi makanan pada jaman ini, dimana begitu kompleks dan sulit lagi dideteksi asal-muasalnya? Harus ditetapkan label najis atau tidak najis?
Ada pernah disampaikan sedikit menolong, yaitu jika engkau tidak tahu asal muasalnya, makan saja asal dengan iman dalam nama Tuhan Yesus, tetapi jika engkau tahu nyata-nyata sudah dipersembahkan sejenis berhala, lalu kamu makan, itu jelas najis dan dan mendatangkan dosa.
Saya sendiri kurang setuju dalam hal pendapat seperti ini, kesannya Alkitabiah tapi sama sekali tidak demikian menurut saya. Tunggu dulu, dengarkan penjelasan saya di bawah ini.

 misalnya ada yang pergi ke pasar lalu disana dijual daging yang sudah dipersembahkan kepada berhala, maka menurut beberapa saudara yang lemah imannya, itu najis untuk dimakan.
Markus 7:15  Apapun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya." Kemudian Tuhan Yesus berkata pada ayat 19  karena bukan masuk ke dalam hati tetapi ke dalam perutnya, lalu dibuang di jamban?" Dengan demikian Ia menyatakan semua makanan halal. Jadi kesimpulannya dalam setiap makanan semuanya adalah bersih untuk jiwa. Bukan berdosa atau najis.

Tetapi mengapa suatu makanan menjadi najis, menjadi tidak berkenan? Masalahnya bukan dari jenis makananya atau siapa yang menjualnya, tetapi dari cara bagaimana cara memakan makanan itu, itulah yang menentukan bagaimana makanan itu bersih atau tidak.
Maksudnya bukan piring, sendok atau soal mencuci tangan atau tidak, tetapi soal sikap hati kita.
Dalam Titus 1:15  Bagi orang suci semuanya suci; tetapi bagi orang najis dan bagi orang tidak beriman suatupun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis. Lihatlah firman ini dengan jelas dan gamblang mengatakan bagi orang suci semua suci, tetapi bagi orang tidak beriman maka sesuatupun tidak ada yang suci. Semua menjadi najis. Pikirannya najis dan hati nurani najis, maka itulah yang menghukum mereka, pikiran dan hati nurani. Sehingga dalam banyak perkara dia tidak mengalami damai sejahtera. Tidak sukacita. Karena pikirannya menyalahkan dan hati nuraninya menghukum. Mengapa demikian karena tidak dengan iman. Mengapa tidak ada iman atau imannya terombang-ambing, karena tidak mengerti kebenaran.
Roma14:14  Aku tahu dan yakin dalam Tuhan Yesus, bahwa tidak ada sesuatu yang najis dari dirinya sendiri. Hanya bagi orang yang beranggapan, bahwa sesuatu adalah najis, bagi orang itulah sesuatu itu najis. Bagi siapapun makanan itu baik, tidak najis. Tetapi bagi siapapun yang berpikir bahwa makanan itu najis, maka makanan itu najis bagi dirinya ketika dimakan. Jadi bagaimana dia percaya akan makanan itu menentukan bersih atau najis bagi dirinya.
Jadi jika seorang beranggapan bahwa makanan itu tidak berkenan, tidak suci, najis, maka makan itu najis untuk dia, bukan untuk orang lain. Apa yang dipercayai najis, itu menjadi najis buat dirinya, tetapi tidak menjadi najis saudara yang lain, jika dia percaya bahwa itu bersih.
Pokok pengajarannya adalah
Pertama: Anggapan atau apa yang dipercayai orang itu sangat mempengaruhi apa yang akan terjadi di dalam dirinya. Dalam dirinya saja, bukan orang lain.
bukan soal melulu makanan, tetapi soal iman dan dosa. Iman yang kita punya itu berada diantara kita dan Allah. Dalam menentukkan kelayakkan, iman ini menentukkan. Saya percaya bahwa segala sesuatu yang saya makan baik dan bersih, maka semua bersih, dalam hal rohani.
Iman ini memberi kebebasan saya dihadapan Allah. Dan saya menikmati kebebasan ini, contohnya: saya bebas makan apa saja oleh karena iman. Dengan mengetahui kebenaran ini, bahwa oleh iman saya memiliki kebebasan dihadapan Tuhan maka saya tidak merasa bersalah dalam hal makan apapun. Hati nurani saya tidak menghukum dengan rasa bersalah. Maka yang muncul adalah hal apapun yang saya makan, saya damai sejahtera. Saya bersukacita.
Tetapi iman ini antara saya dan Allah, tidak boleh dipamerkan di segala keadaan demi untuk saudara yang lemah imannya. Saya tidak memaksa orang lain memakan hal yang saya makan jika orang ini lemah dalam hal ini.
Tetapi pokok persoalannya adalah apakah kita melakukan dengan digerakkan karena iman. Apakah tindakan kita itu dari hati yang bersandar kepada Allah. Bahwa Allah itu  bagian kita, yang memuaskan kita, yang mencukupkan, harta kekayaan kita? Atau tindakan kita itu justru tindakan yang merugikan atau menghilangkan kekayaan dalam Allah. Apakah tindakan kita itu menunjukkan bahwa kita sedang menunjukkan tindakan yang mencela Allah atau menghargai Allah. Dari pokok inilah dosa muncul.
Yohanes 15:15  Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku.
Hamba atau budak adalah kelompok status rendah dalam masyarakat pada jaman itu. Oleh karena beberapa hal orang bisa menjadi budak tetapi seorang budak bisa menjadi milik seorang Tuhan jika tuan itu berkenan dan membelinya lunas. Tentu saja hamba ini memiliki nasib yang baik jika Tuannya terhormat, baik dan memberinya kepercayaan. Itu cukup. Karena budak tidak berhak menuntut apapun jika tuannya tidak memberikannya. Jangankan imbalan, sekedar makan saja tidak didapat jika tuannya tidak mengijinkannya. Sekali lagi karena Tuan itu sangat baik maka dia mau membeli lunas budak itu di pasar untuk menjadi hambanya. Oleh karena dirinya dan statusnya, maka wajarlah suatu kali budak ini menjadi merasa aneh jika tiba-tiba Tuannya ini memberikan pakaian terbaik, makanan terbaik dan menyebut dia sahabat, bukan lagi budak.
Saya kira sulit percaya jika peristiwa ini benar terjadi. Dan ketika peristiwa itu, terjadi, budak ini percaya, kemungkinan besar pilihannya adalah menjadi orang bebas saja, hidup normal dan bekerja kembali sewajarnya. Tetapi menjadi orang yang kedudukan statusnya sama dengan tuannya, sangat sulit diterima. Mentalnya, tingkah lakunya, dan penampilannya serasa aneh nanti. Maka dia menganggap itu terlalu berlebihan baginya.
 Perhatikan pelajaran ini, bukan Tuan itu tidak berkuasa untuk mendudukan hamba itu jadi sahabatnya, tapi hamba itu gagal menerima sepenuhnya oleh karena anggapannya, pikirannya, hati nuraninya.
, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, …Tuhan Yesus mengangkat kita sahabat, memberitahukan segala rencananya. Tetapi banyak anak Tuhan gagal menjadi sahabat Tuhan karena kita begitu rendah hati, menganggap sehingga tidak mungkin duduk menjadi sahabat Tuhan Yesus. Ingat, pikiran najislah lah yang membuat makanan najis.
…dan bagi orang tidak beriman suatupun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis…
Ingat bagi orang tidak beriman suatu apapun tidak menjadi hal yang baik.
Cara demikian ini mengakibatkan tiga hal;
  •      Gagalnya anak-anak Tuhan mendapat kegenapan dalam janji Allah,
  •      Anak-anak Tuhan menjadi berdosa karena ketidak percayaan
  •     Anak-anak Tuhan kehilangan damai sejahtera karena kehidupan yang statis, bukan karena kuasa Allah tidak bekerja, tapi penggagalan oleh anggapan anak Allah sendiri. Prinsip damai sejahtera dan sukacita harus didasarkan atas kebenaran, kebenaran atas apa yang dikatakan firman Allah. Ada begitu banyak kebenaran beredar dalam pikiran kita, tetapi firman Allah adalah kebenaran sejati, kebenaran sejati akan memimpin kepada hidup dan damai sejahtera, sukacita oleh Roh Kudus.
  Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu.
Tentu saja kalau hari ini kita menjadi sahabat Tuhan Yesus adalah bukan karena kepantasan kita, bukan karena status yang kita bangun, tapi karena keputusan Tuhan untuk memilih. Banyak respon anak Tuhan berkata; Saya tidak layak. Lalu anggapan itu menghambat anak-anak Tuhan menerima penetapan Allah.
Perhatikan perkataan : Saya tidak layak..’ sepintas ini bijak dan tidak salah,. Tetapi perhatikan, yang paling berhak menetapkan tidak layak adalah Allah, tetapi oleh Kristus sudah membayar lunas maka sekarang Allah berkata: Kamu layak. Tidak seorangpun di dunia ini yang bisa melawan penetapan Allah ini,
Tetapi perkara ini terhambat ketika anak Tuhan melihat dirinya sendiri, menghitung apa yang dia punya, apa yang telah dicapai lalu dia mengatakan: Tidak layak!
Salah sikap orang yang tidak disukai Tuhan Yesus adalah orang parisi, karena terutama menganggap perbuatan dan pencapaiannya melayakkan dia dihadapan Allah!
Anak Tuhan yang melihat dirinya sendiri lalu menyebut dirinya tidak layak lalu gagal merespon kelayakkan yang diberikan Tuhan, menurut saya tidak jauh beda dnegan orang parisi yang menyandarkan dirinya pada apa yang dia buat, dia lakukan, diberikan, bukan kepada tindakan Allah, pengorbanan Kristus.
Tentu kerugian besar!. Apa yang baik, yang kamu miliki, janganlah kamu biarkan difitnah. Hari ini mari kita menrima dan mengerjakan dengan iman. Percaya.
 Oleh yefta heppy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar