Selasa, 29 Mei 2012

Apa Hubungan Makam dengan Alkitab?


Apa hubungan Makam dengan Alkitab?


Anda tahu mengapa banyak cara orang menguburkan orang mati? Begitu banyak cara orang diberbagai tempat untuk menguburkan orang mati. Mulai kuburan yang ada di lereng bukit, sampai kuburan yang megah berbentuk piramida di Mesir milik para Firaun. Atau makam raja-raja di Indonesia dalam candi-candi yang indah.

Saya berpikir bahwa ini adalah karena masing-masing kemajuan budaya itu berbeda. Lingkungan berbeda, situasi dan latar belakang berbeda. Dan banyak lagi yang menjadi dasar alasan mengapa Raja-raja China dan raja-raja dari aztec – Inca itu berbeda makamnya. Tetapi ketika membaca Pengkhotbah 3:11 : Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.
Maka saya mendapat pengertian baru!

Perhatikan kata kekekalan dalam firman di atas, kesadaran akan kekekalan itu ada dalam diri tiap manusia, karena Tuhan letakkan itu di dalam hati mereka. bagaimana buktinya? Salah satunya: Penguburan tadi!
Dalam setiap ritual pemakaman, nampak ada nilai atau pemahaman kehidupan setelah kematian. satu penghargaan dan harapan akan adanya kehidupan di kemudian hari. Entah masing-masing menamakannya, mungkin hidup kekal, kebangkitan, kelahiran kembali, hidup dengan nenek moyang, dsb. Pada intinya menyadari bahwa kematian bukan akhir segalanya. Ada kehidupan lain setelah kematian.

Setidaknya dalam suku terpencil yang kanibal pun dijumpai bahwa mereka memahami kehidupan setelah kematian ini. Mereka percaya bahwa orang yang dimatikan lalu mereka makan daging atau organ tubuhnya, maka kehidupan dari sang korban tersebut akan mempengaruhi hidup dan tubuh si pemakan. Kalau yang dimakan itu prajurit atau pahlawan perkasa, maka yang memakannya akan bertambah kuat dan memiliki kekuatan korbannya. Itu tanda kepercayaan bahwa yang mati tidak benar-benar mati, tidak musnah begitu saja, tapi ia masih memiliki satu kehidupan lain yang berpengaruh. Sebagian menyembah dan mengharapkan pertolongan dari roh-roh orang yang telah mati. Entah itu roh leluhur atau pemimpin. Tetap mengakui mereka masih hidup di alam lain setelah kematian. Kekekalan!

Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.
Mereka tidak tahu dari mana mereka berasal, kemana mereka akan menuju setelah kematian. Masing-masing budaya punya cerita tentang asal usul mulainya budaya mereka. Masing-masing mengembangkan legenda asal muasal nenek moyang dan mempercayai hal-hal apa yang terjadi setelah kematian.

Di Mesir, ada Raja Firaun yang terkenal dengan mumi dan kekayaan dalam kuburan piramidanya. Dari laporan penelitian para ahli, mumi adalah tubuh raja yang dipersiapkan untuk kebangkitan dan kehidupan di masa mendatang.   

Di Indonesia dari Sabang sampai Merauke, pulau Sumatra sampai Papua, banyak macam upacara penguburan. Begitu banyak cara dan tradisi berhubungan dengan kehidupan setelah pemakaman. Ada yang diawetkan dulu, ada yang disimpan di tempat tertentu, ada yang dibakar. Ada upacara yang sederhana tetapi khidmat, ada upacara yang menghabiskan biaya jutaan untuk penghormatan satu orang yang sudah meninggal. Semua baik dan indah dalam masing-masing kepercayaannya. 

Tetapi saya percaya bahwa Allah telah memberikan pengetahuan ‘kekekalan’ dalam hidup saya, bukan hanya itu, tetapi juga memberitahukan rahasia tentang ‘awalnya dari mana dan berakhirnya dimana...’
Dimana pengetahuan itu saya dapat? Di Alkitab.

Alkitab dimulai dengan kitab Kejadian, yang bab pertamanya mengisahkan tentang penciptaan segala sesuatu.
Yang ayat pertama berkata ‘Pada mulanya...’ ini kisah tentang ...pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal...
Kemudian Alkitab ditutup dengan Kitab Wahyu, yang pada bagiannya menuliskan tentang Surga dan neraka yang kekal. Menceritakan bagaimana akhir kehidupan di Bumi.
 ... pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.

Tentu heran kalau umat Tuhan mencari –cari tentang dirinya pada peramal, buku-buku tulisan orang, kepercayaan-kepercayaan, dari pada buku manual kekekalan terbitan sorga: Alkitab.
Bagaimana Anda menghargai Alkitab?
Bagaimana Anda membacanya?

Berdoa Agar Persembahan Berkenan?


Berdoa Agar Persembahan Berkenan?


Siapa yang membuat berkenan, orangnya atau persembahannya?
Perhatikanlah bila umat Tuhan akan memberikan persembahan dalam sebuah ibadah, maka pemimpin akan berdoa, setidaknya demikian: “Tuhan, berkenanlah atas persembahan ini… dst”
Demikian juga para pelayan-pelayan di gereja akan dengan sungguh-sungguh berdoa agar pelayanan mereka menjadi persembahan yang berkenan kepada Tuhan.
Para pemuji akan meminta dengan rendah hati kepada Bapa agar persembahan pujian dan ucapan syukur yang dilakukan bersama jemaat berkenan dan menyenangkan Tuhan.
Kita pun selagi mempersiapkan persembahan, kerinduan hati adalah memberikan dengan tulus dan sukacita agar persembahan itu berkenan.
Mengapa demikian? Setidaknya pegalaman saya adalah karena ada kisah dalam kitab Kejadian dimana dua orang keturunan manusia pertama, Kain dan Habil memberikan persembahan yang lagendaris.

Kejadian 4:3  Setelah beberapa waktu lamanya, maka Kain mempersembahkan sebagian dari hasil tanah itu kepada TUHAN sebagai korban persembahan;
4  Habel juga mempersembahkan korban persembahan dari anak sulung kambing dombanya, yakni lemak-lemaknya; maka TUHAN mengindahkan Habel dan korban persembahannya itu,
5   tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan-Nya. Lalu hati Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram.

Semua ingin persembahannya diterima dalam arti berkenan dan menyenangkan hati Allah seperti Habel, tetapi tidak ingin persembahannya ditolak dan diabaikan seperti Kain.

Saya termasuk yang memahami bahwa perlu dengan sungguh-sungguh berdoa agar perkenan itu terjadi. Tetapi sekarang ketika membaca lagi firman Tuhan ini, ada sedikit perubahan baru. Mengapa, karena masalah utamanya bukan persembahannya Kain yang ditolak Allah dan persembahan Habil diterima, bukan demikian urutannya. Perhatikan:
maka TUHAN mengindahkan Habel dan korban persembahannya itu.
Urutannya Habil dulu Tuhan berkenan baru persembahannya. Mengapa Alkitab tidak menyebut saja ‘persembahan Habil’ tetapi menyebut ,,,Habel dan korban persembahannya...
Karena menurut saya siapa yang memberikan persembahan jauh lebih penting dari persembahannya. Karena yang memberikan korban, menentukan berkenannya persembahan.

Perhatikan: …tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan-Nya….
Kain dulu tidak yang disebut tidak diindahkan Tuhan, baru persembahannya juga tidak diindahkan Tuhan.
Jadi Kain itu marah bukan saja karena korbannya yang ditolak, tetapi dia begitu kecewa karena dirinya yang pada waktu itu tidak berkenan kepada Allah. Sehingga apa yang dipersembahkannya juga tidak berkenan.

Anak-anak Tuhan seharusnya jauh lebih sungguh mendoakan dirinya agar berkenan daripada meminta persembahannya berkenan.
Jauh lebih penting menggumuli hidup yang berkenan daripada banyak berdoa untuk pujian atau pelayanan yang berkenan.
Karena bila dirinya berkenan maka persembahannya memiliki kesempatan berkenan seperti pengalaman Habel. Tetapi jika dirinya tidak berkenan, saya setuju, bahwa persembahannya juga tidak berkenan.

Dulu ada pertanyaan yang bagi saya sulit dijawab, bagaimana persembahan seorang koruptor, atau perampok yang dengan rendah hati dan tulus memberikan persembahan, diterima atau tidak?
Saya menjawab, selama gaya hidupnya berdosa, maka persembahannya tidak berkenan. Tentu saja gereja bisa mengelola persembahan tersebut untuk berbagai keperluan pelayanan, Karena sudah diberikan. Tetapi dihadapan Tuhan itu soal lain.

Maka rubah cara berdoa, bukan lagi mendoakan agar korban yang kita berikan berkenan, tetapi imani dan sadari perkenanan Allah oleh karena Yesus. Kuduskan diri oleh kasih karunia-Nya.