Rabu, 07 September 2011

Ganjaran dan Teguran itu Juga Didikan Bapa


Didikan Bapa  

Ibrani 12:5 Sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya;
6 karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak."
7 Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya?
8 Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang.
9 Selanjutnya: dari ayah kita yang sebenarnya kita beroleh ganjaran, dan mereka kita hormati; kalau demikian bukankah kita harus lebih taat kepada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup?
10 Sebab mereka mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya.
11 Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya.
12 Sebab itu kuatkanlah tangan yang lemah dan lutut yang goyah;

Inilah pertanyaan yang muncul dalam sebuah artikel:
Untuk apa kita hidup kalau hanya untuk menderita?

Pernah Anda berpikir dan merenung, apa kira-kira penderitaan itu pernah berhenti dan tidak datang lagi? Atau memikirkan satu hari dimana diikuti hari-hari berikutnya dengan tanpa masalah.
Pernahkah muncul ide, apa enaknya hidup, kalau isinya adalah menyelesaikan persoalan dan masalah. Contohnya, ada orang bekerja keras, hasilnya untuk membeli makanan karena akan ada persoalan lapar di keluarganya. Ada lagi yang harus mengumpulkan hanya untuk membayar sewa, tagihan, cicilan bahkan mengganti barang orang yang dirusakkan. Lebih sedih lagi sudah bekerja tetapi untuk menanggung orang lain yang perlu bantuan, sakit, atau menganggur. Ada kesan pikiran sempit, kalau hidup hanya untuk menyelesaikan satu masalah ke masalah yang lain dan seterusnya, lalu orang menjadi tua dan tidak bisa lagi mengatasi masalah terakhir yaitu kematian.
Apa enaknya hidup kalau demikian?
Kalau di gereja atau kumpulan orang percaya pertanyaannya lebih khusus lagi;
Mengapa anak-anak Tuhan menderita?
Mengapa hamba Tuhan menderita ?
mengapa orang percaya kepada Tuhan Yesus menderita?

Saya sekarang mendapat jawaban untuk pertanyaan ini:
Pertama, Mengapa anak-anak Tuhan menderita?
Justru karena saya anak Tuhan, maka penderitaan itu ada. Tuhan adalah Bapa saya. Umumnya para bapak di dunia ini membuat disiplin [yang oleh para anak disebut penderitaan karena disiplin itu tidak enak]. Disiplin ada agar anak-anak menjadi yang baik. Setiap bapak ingin melakukan yang terbaik, dan kalau dia membuat satu bentuk disiplin, pasti menurutnya itu pilihan terbaik saat itu. Tentu saja satu orang tua berbeda dan bisa saja bertentangan dengan orang tua lain dalam metode disiplin yang diterapkan. Tetapi semua orang tua baik yang ingin anaknya baik.

Apalagi Bapa di sorga. Dia menjadikan kita baik menurut ukuran-Nya. Dia melakukan apa yang baik untuk kita.

Kedua, Mengapa hamba Tuhan menderita? Bukankah mereka melayani Allah yang menyelesaian penderitaan?
justru karena kita hamba-Nya, maka dia membuat kita itu benar-benar menjadi hamba-Nya. Apakah jika Anda seorang tuan, lalu seorang hamba anda yang baru berkata demikian: “Saya hambamu Tuan, inilah yang akan saya lakukan, inilah yang tidak akan saya lakukan,. Inilah kesukaan saya dan ini daftar yang tidak saya sukai.”
Pasti Anda akan gusar atau tertawa, lucu kalau punya hamba seperti itu. Karena Tuanlah yang akan menentukan apa boleh dan tidak boleh, bagaimama bertindak, bersikap dan mengambil keputusan. Jadi bukan hamba menurut ukuran siapapun, tetapi ukuran tuannya.
Demikian juga Tuhan, Tuan kita. Dialah yang akan membentuk, mengatur, mendidik tentang arti hamba menurut-Nya. Proses Tuhan untuk menjadikan saya hamba ini tidak enak. Kadang tidak dimengerti. Dan kita mengenalinya sebagai penderitaan.

Ketiga, mengapa orang percaya kepada Tuhan Yesus menderita?
justru karena kita percaya kepada Tuhan Yesus, maka Dia mengajari bagaimana percaya yang benar. cara kita percaya, dasar kita percaya dibentuk-Nya.
Dan tindakan kita sebagai orang percaya juga dilatih oleh Dia, yang kita percayai.
Dua orang teman kemudian berkomitmen untuk menjadi pasangan kekasih dalam hubungan mereka. Tidak lama kemudian pertengkaran besar terjadi karena sang pria menolak menceritakan beberapa kejadian yang dialaminya. Sang gadis menuntut tahu sebagai tanda saling percaya, tidak ada rahasia lagi katanya. Tetapi sang pria menetapkan peraturan hubungan, katanya: Jikalau engkau  percaya saya, begini aturannya. Tidak semua hal harus kamu tahu karena itu tidak penting dan bukan urusanmu. Kalau engkau menuntut tahu semua itu bukan percaya lagi!”. Hubungan yang harusnya manis penuh cinta jadi penderitaan.  … nah, Anda yang meneruskan cerita akhirnya.

Tetapi kalau kita percaya Tuhan Yesus, maka Tuhan mengatur, mendidik dan menetapkan cara kita percaya kepada-Nya. Dan itu sama sekali berbeda dengan yang kita mau,
Contoh: Saya percaya doa yang sungguh-sungguh dengan penuh percaya itu dijawab Tuhan. Tetapi dalam keadaan genting dan perlu, saya berdoa, malah tidak terjadi, yang lain yang terjadi.
Saya maunya dalam kesulitan dan masalah yang muncul, Tuhan segera menampakkan diri, menghibur, dan menolong, tetapi yang terjadi sama sekali tidak seperti itu. Dan ini juga penderitaan. Tapi Tuhan sedang mengatur kita percaya seperti cara Dia. Proses yang kadang butuh waktu ini kita sebut penderitaan.  

Ada banyak alasan kita menderita.
Pertama, karena kebutuhan kita tidak tercukupi. Lalu Karena keinginan kita terpenuhi juga Karena diri kita tidak dihargai seperti yang kita inginkan, dan bermacam lagi.  
Perhatikan anak-anak yang sekolah. Belajarlah kepada mereka. Benar, anak-anak berangkat dan tidak boleh terlambat, memakai seragam yang ditentukan, artinya belajar disiplin. Mereka harus mengikuti semua peraturan, mentaatinya. Karena ada resiko bagi pelanggaran. Bisa saja dikeluarkan. Semua pelajaran dari guru-gurunya harus didengar diikuti dan tugas-tugas harus dikerjakan. Seringkali mereka mengeluh sikap gurunya yang keras, seenaknya. Atau kadang karena PR terlalu banyak dan pelajaran tidak disukai.
Tetapi rata-rata murid harus mengikutinya, melewatinya. Mereka harus sopan kepada teman dan para guru. Semua ini sangat mempengaruhi penilaian kepada setiap siswa. Tetapi yang paling menentukkan adalah moment ujian. Semua ditest dengan bahan yang sama untuk evaluasi dari semua pelajaran selama setahun. Nilai hasil ini sangat menentukkan apakah dia nanti naik kelas atau tidak. Sebaik apapun seorang murid kalau nilai ujiannya jatuh, maka sang penguji akan mempertimbangkan untuk tinggal kelas guna mempelajari lagi dan di test lagi. Karena babak berikutnya hanya bisa dilalui bila bagian pertama lulus. Tentu saja seorang murid tidak bisa mengerjakan ujian mengarang sampai 5 halaman, kalau menulis saja dia belum rapi dan jelas. Bagaimana bisa dikerjakannya pembagian 5 bilangan kalau penjumlahan saja belum mengerti?
Ada kesamaan dengan yang kita alami sebagai orang percaya dengan murid yang sedang belajar ini. Entah kita menyebut diri kita orang percaya, anak Tuhan, hamba Tuhan, jemaat Tuhan, … tetapi ada proses pendidikan yang panjang, dan kadang berulang-ulang.
Meskipun juga saya lihat ada sedikit perbedaan. Seorang murid harus ujian dan lulus, baru kemudian diberi ijazah atau gelar.
Tetapi saya punya gelar dulu, baru saya dididik bertumbuh didalamnya. Gelar saya adalah anak Allah, imamat yang rajani, pewaris kerajaan sorga, hamba Allah….. Semua ini sah! Bagaimana bisa? Karena orang lain sudah ujian untuk saya dan sangat lulus. Terbaik! Tuhan Yesus sudah melakukan dan sekarang memberikan untuk saya. Inilah anugerah, pemberiaan-Nya semata, hanya berdasarkan percaya dan menerima Dia.
Tetapi selama kita hidup ini, Bapa mendidik kita untuk memperolah hak-hak dari gelar atau posisi sebagai Anak Allah. Bagaimana caranya menerima dan menggunakan warisan itu?
Hal-hal apa saja yang menghambat dan perlu diubah agar layak dan sesuai untuk menerima kekayaan Bapa?
Contoh: Saya berhak untuk mendapat dengan cara memintanya kepada Bapa, kapan saja, apa saja karena Dia bapa saya. Tetapi cara meminta yang bagaimana yang bisa dipakai untuk mendapat jawaban?

Saya bisa gunakan buku atau atm BCA hanya untuk di counter BCA. Tetapi sangat tidak berhasil kalau saya gunakan di Bank Mandiri. Akan terkesan bodoh dan konyol.
Seorang anak umur satu atau 2 tahun sangat berhasil menggunakan rengekan atau tangisan menjerit-jerit untuk mendapatkan sesuatu dari ibunya. Tetapi di tahun ketiga atau keempat dia akan mendapat teguran kalau masih menggunakan cara yang sama untuk meminta. Ketika tumbuh besar, dia akan mendapat pukulan kalau masih merengek dan menangis untuk minta minum saja.
Orang tua akan mendidik bagaimana bersikap yang lebih baik sesuai usianya. Tetapi sang anak akan sangat sedih dan merasakan tidak enak karena perubahan-perubahan ini, karena kebiasaan-kebiasaan baru ini. Dan ketika anak mulai tumbuh maka orang tua akan memberikan tanggung jawab. Ada istilah baru muncul dalam dunia anak: hak dan kewajiban. Tindakan dan konsekwensi. Sebab dan akibat. Dalam pertumbuhan rohani kita kenal dengan:  tabur dan tuai.
Anehnya orang percaya maunya satu atm untuk semua penarikan dan transaksi uang. Satu kali doa saja untuk meminta kepada Bapa lalu semua tersedia. Makan, pakaian, rumah, pekerjaan, gaji, sahabat, kebahagiaan, kesehatan, dst.,.
Mau saya doa dua tiga menit meminta, maka segala sesuatu beres!
Seperti seorang anak, untuk rengekan atau tangisan yang sama untuk meminta banyak hal. ini tidak berlaku lagi dalam dunia pertumbuhan anak-anak Tuhan.

Jadi mengapa ini terjadi?

1. Karena Engkau disertai
Sebab Tuhan menghajar setiap orang yang dikasihi-Nya, dan Ia mencambuk setiap orang yang diakui-Nya sebagai anak-Nya."
Pikiran dan perasaan yang muncul ketika masa penderitaan adalah kita dihukum karena salah dan dibenci. Dijauhi dan ditinggalkan itu kata yang tepat bagi pikiran perasaan kita di kala itu. Tetap apa kata firman Tuhan  itulah yang penting. Dia mengasihimu dan mengakuimu sebagai anak, maka Dia ada didekatmu untuk menghajar. Itu artinya dekat, tidak ditinggalkan.

2. Karena engkau anak yang sah
Dunialah yang mengajarkan kalau anak tiri itu lebih dihajar dan menderita, dan anak kandung itu bahagia. Kisah anak tiri dan film Cinderella mempengaruhi pikiran saya anak kandung itu tidak menderita, tetapi di manja. Anak tiri itu disia-siakan dan tidak ada maksud baik untuk masa depannya. Tetapi, sekali lagi dengarkan kata Alkitab.

Kalau kalian tidak turut dihukum seperti semua anaknya yang lain ini berarti kalian bukan anak sah, melainkan anak yang tidak sah.

Justru Alkitab mengatakan anak sah yang harus mengalami banyak didikan Bapanya. Kesimpulan sederhananya, didikan Bapa menunjukkan status sekaligus menegaskannya.

3. Dia sedang bekerja di dalammu
Orang tua kita yang di dunia mengajar kita hanya dalam waktu yang terbatas, menurut apa yang mereka merasa baik. Tetapi Allah mengajar kita untuk kebaikan kita sendiri, supaya kita dapat menjadi suci bersama-sama dengan Dia.
Masalah dan kesulitan itu menegaskan bahwa Allah sedang bekerja di dalam dirimu. Setiap didikan bapak kepada anaknya pasti mempunyai tujuan, entah itu sangat sederhana atau sangat tinggi. Sangat sederhana misalnya anak bertindak nakal, maka orang tua menegur dan mendisiplin agar tidak nakal seperti pada umumnya. Tapi ada yang punya tujuan lebih tinggi, agar anak sejak kecil memiliki mental seorang pemimpin, seorang penemu, atau seorang ilmuwan, semua menurut yang baik dari orang tua masing-masing. Apa yang mereka anggap baik, dan apa yang mereka inginkan untuk anaknya nanti.
Tetapi Bapa mengajar kita untuk kebaikan kita sendiri. Apa yang sangat terbaik untuk kita ini, itulah yang dilakukan Bapa.

4. Dia menempatkan kita di tempat yang benar
Memang pada waktu kita diajar, hukuman itu tidak menyenangkan hati kita, melainkan hanya menyedihkan saja. Tetapi kemudian dari itu, bagi kita yang sudah diajar, hukuman itu menyebabkan kita hidup menurut kemauan Allah, dan menghasilkan perasaan sejahtera pada kita.
Menurut kita kemauan terlaksana, itulah tanda disertai Tuhan, keinginan kita tergenapi, itulah tanda diberkati Tuhan. Menurut firman Allah hidup menurut kemauan Allah itu berjalan bersama Tuhan. Maka selalu berada di tempat yang Tuhan inginkan itulah maksud didikan dan ajaran Tuhan. Dalam kisah Injil, Tuhan Yesus selalu menunjukkan contoh bahwa Dia berada dalam kehendak Allah. Kadang di tempat sunyi berdoa, kadang di tempat pesta, kadang bersama orang tertindas, diantara orang tertolak dan berdosa, dan kadang di Bait Allah. Semuanya tepat seperti kehendak Bapa.

5.Taat dan kuatlah
Sebab itu kuatkanlah tangan yang lemah dan lutut yang goyah;
Selanjutnya: dari ayah kita yang sebenarnya kita beroleh ganjaran, dan mereka kita hormati; kalau demikian bukankah kita harus lebih taat kepada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup?  

By yefta heppy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar