Berdoa Agar Persembahan Berkenan?
Siapa
yang membuat berkenan, orangnya atau persembahannya?
Perhatikanlah
bila umat Tuhan akan memberikan persembahan dalam sebuah ibadah, maka pemimpin
akan berdoa, setidaknya demikian: “Tuhan, berkenanlah atas persembahan ini…
dst”
Demikian
juga para pelayan-pelayan di gereja akan dengan sungguh-sungguh berdoa agar
pelayanan mereka menjadi persembahan yang berkenan kepada Tuhan.
Para pemuji akan meminta dengan rendah hati kepada Bapa agar
persembahan pujian dan ucapan syukur yang dilakukan bersama jemaat berkenan dan
menyenangkan Tuhan.
Kita pun
selagi mempersiapkan persembahan, kerinduan hati adalah memberikan dengan tulus
dan sukacita agar persembahan itu berkenan.
Mengapa
demikian? Setidaknya pegalaman saya adalah karena ada kisah dalam kitab
Kejadian dimana dua orang keturunan manusia pertama, Kain dan Habil memberikan
persembahan yang lagendaris.
Kejadian 4:3 Setelah beberapa waktu lamanya, maka Kain
mempersembahkan sebagian dari hasil tanah itu kepada TUHAN sebagai korban
persembahan;
4
Habel juga mempersembahkan korban persembahan dari anak sulung kambing
dombanya, yakni lemak-lemaknya; maka TUHAN mengindahkan Habel dan korban
persembahannya itu,
5
tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan-Nya. Lalu hati
Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram.
Semua
ingin persembahannya diterima dalam arti berkenan dan menyenangkan hati Allah
seperti Habel, tetapi tidak ingin persembahannya ditolak dan diabaikan seperti
Kain.
Saya
termasuk yang memahami bahwa perlu dengan sungguh-sungguh berdoa agar perkenan
itu terjadi. Tetapi sekarang ketika membaca lagi firman Tuhan ini, ada sedikit
perubahan baru. Mengapa, karena masalah utamanya bukan persembahannya Kain yang
ditolak Allah dan persembahan Habil diterima, bukan demikian urutannya. Perhatikan:
… maka TUHAN mengindahkan Habel dan korban
persembahannya itu.
Urutannya
Habil dulu Tuhan berkenan baru persembahannya. Mengapa Alkitab tidak menyebut
saja ‘persembahan Habil’ tetapi menyebut ,,,Habel dan korban persembahannya...
Karena
menurut saya siapa yang memberikan persembahan jauh lebih penting dari
persembahannya. Karena yang memberikan korban, menentukan berkenannya
persembahan.
Perhatikan:
…tetapi Kain dan korban
persembahannya tidak diindahkan-Nya….
Kain dulu
tidak yang disebut tidak diindahkan Tuhan, baru persembahannya juga tidak
diindahkan Tuhan.
Jadi Kain
itu marah bukan saja karena korbannya yang ditolak, tetapi dia begitu kecewa
karena dirinya yang pada waktu itu tidak berkenan kepada Allah. Sehingga apa
yang dipersembahkannya juga tidak berkenan.
Anak-anak
Tuhan seharusnya jauh lebih sungguh mendoakan dirinya agar berkenan daripada
meminta persembahannya berkenan.
Jauh
lebih penting menggumuli hidup yang berkenan daripada banyak berdoa untuk
pujian atau pelayanan yang berkenan.
Karena
bila dirinya berkenan maka persembahannya memiliki kesempatan berkenan seperti
pengalaman Habel. Tetapi jika dirinya tidak berkenan, saya setuju, bahwa
persembahannya juga tidak berkenan.
Dulu ada
pertanyaan yang bagi saya sulit dijawab, bagaimana persembahan seorang
koruptor, atau perampok yang dengan rendah hati dan tulus memberikan
persembahan, diterima atau tidak?
Saya
menjawab, selama gaya
hidupnya berdosa, maka persembahannya tidak berkenan. Tentu saja gereja bisa
mengelola persembahan tersebut untuk berbagai keperluan pelayanan, Karena sudah
diberikan. Tetapi dihadapan Tuhan itu soal lain.
Maka
rubah cara berdoa, bukan lagi mendoakan agar korban yang kita berikan berkenan,
tetapi imani dan sadari perkenanan Allah oleh karena Yesus. Kuduskan diri oleh
kasih karunia-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar